Senin, 28 Oktober 2013
SEJARAH SASTRA #
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nama pujangga baru mempunyai dua pengertian, yang satu dengan yang lain sangat erat hubungannya. Dua pengertian tersebut ialah:
1. Pujangga baru sebagai nama majalah dan
2. Sebagai nama angkatan Sastra Indonesia.
Pujangga baru sebagai nama majalah mengalami dua periode penerbitan, yaitu pujangga baru sebelum perang (Juli 1933-Maret 1942) dan sesudahperang (Maret 1948-Maret 1953).
Di dalam angkatan Pujangga Baru berkumpul sekelompak pengarang yang memiliki berbagai keanekaragaman. Berlainan halnya dengan Angkatan Balai Pustaka, yang sebagian besar pengarangnya berasal dari satu lingkungan daerah dan dari satu lingkungan keyakinan hidup.
Walaupun para pengarang Pujangga Baru memiliki suatu keanekaragaman, mereka merupakan suatu angkatan karena mereka terikat oleh satu cita-cita yang sama dan hendak mereka perjuangkan.mereka semuanya bercita-cita hendak membentuk kebudayaan baru, kebudayaan persatuan kebangsaan Indonesia.
Keanekaragaman yang terdapat pada angkatan pujangga baru itu, misalnya tampak pada:
1. Daeerah asalnya: Bali (I Gusti Nyoman Panji Tisna), Madium (Sutomo Jauhar Arifin), Sangihe (Marius Ramis Dayoh); Minahasa (J.E. Tatengkeng), Tapanuli (S. Takdir Alisjahbana, Sanusi Pane, dan sebagainya), Padan (Rustam Efendi), Bangka (Hamidah), Aceh (M. Ali Hasyim), Langkat (Amir Hamzah), dan Maluku (Paulus Supit);
2. Kepercayaan agamanya: Nasrani (J.E. Tatengkeng), Hindu Bali (I Gusti Nyoman Panji tisna), Islam (Amir Hamzah, S. Takdir Alisjabana, dan sebagian besar pengaran Pujangga Baru yang lain).
Hal-hal tersebut besar pengaruhnya bagi perkembangan karya sastra pada angkatan itu, terutama bai perkembangan kosakatadan perluasan unsur-unsur penceritaan.
Pujangga Baru sebagai suatu angkatan meliputi sejumlah pengarrang yang kesemuanya berusaha hendak mengadakan pembaharuan di bidang kebudayaan Indonesia. Karena majalah tempat menyuarakan cita-cita mereka itu bernama Pujangga Baru dan terbit pertaama kalinya pada bulan Juli 1933 maka angkatan pujangga baru disebut juga Angkatan 33 atau Angkatan 30.
Berdasarkan karya sastra buah pikir mereka, karakteristik Angkatan Pujanga Baru kiranya dapat dituturkan sebagai berikut.
1. Tema pokok cerita pada umumnya bukan lagi berkisar padaa masalah kawin paksa atau masalah adat yang hidup di daerah-daerah, melainkan masalah kehidupan kota atau kehidupan masyarakat medern.
2. Sudah jelas mengandung napas kebangsaan atau unsur nasionalitas, baik karangan yang berbentuk prosa maupun yang berbentuk puisi. Puisi-puisi Asmara Hadijelas sekali mengandung unsur nasionalitas itu sehinga ia serin dijuluki penyair api nasionalisme.
3. Memiliki kebebasan dalam menentukan bentuk pengucapan sesuai dengan pribadinya. Angkatan pujangga baru melepaskan diri dari ikatan bentuk-bentuk tradisi lama dan juga merasa tidak terikat oleh syarat-syarat yang ditentukan oleh pihak penguasa. Kebebasan ini merangsang tumbuhnya keanekaragaman pada karya sastra. Jika sastra Balai Pustaka sebagian besar berupa novel, sastra Pujangga Baru meliputi bentuk-bentuk: novel, cerpen, esai, kritik, dan puisi dengan bermacam-macam bentuk.
4. Bahasa sastra Pujangga Baru adalah bahasa Indonesia yang hidup dalam masyarakat yang dalam beberapa hal menyimpang dari bahasa yan dipakai dalam sastra resmi Balai pustaka.
5. Baik prosa maupun puisinya sebagian besar mengandung suasana romantik, bahkan sering dikatakan romantik idealistik.
6. Adanya unsur pengaruh dari sastra lain, terutamadari Angkatan 80 (de Tachtigers Beweging) di negeri Belanda. Da dalam usahanya hendak mencari bentuk pengucapan yang baru, para pengarang pujangga baru berkenalan dengan angkatan 80; yang keduanya merasakan semangat hidup yang sama, yaitu sama-sama menentang sastra sebelumnya yan dianggap sudah beku. Kebetulan pua pada masa itu bangsa Indonesia ada di bawah kekuasaan pemerintahan Belanda.
B. Tujuan
Tujuan disusunnya Mmakalah ini disamping sebagai tugas mata kuliah kajian prosa fiksi adalah untuk mengidentifikasi serta mendalami aspek-aspek yang terdapat dalam sastra periode tahun ‘30.
C. Manfaat
Manfaat yang dapat diperolah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang sastra periode tahun 30 angkatan Pujangga Baru
2. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang sastra periode tahun 30 di luar pujangga baru.
D. Rumusan masalah
Dari pemaparan di atas, adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis sastra periode tahun 30 angkatan Pujangga Baru
2. Menganalisis sastra periode tahun 30 di luar pujangga baru
BAB 11
PEMBAHASAN
A. Sastra Periode Tahun ’30 Angkatan Pujanga Baru
Para Pengarang Pujangga Baru telah diklasifikasikan di dalam buku antoloinya yan berjudul Pujangga Baru, prosa dan puisi, H.B. jassin telah mencoba mengumpulkan beberapa tulisan dari pengarang yang dipandangnya sebagai pengarang pujangga baru. Kecuali ima tokoh penting Pujangga Baru separti STA, Amir Hamzah, Sanusi Pane, dan Moh. Yamin, terdapat nama-nama pengarang yang lain, seperti M. Taslim Ali, Sutomo Jauhar Arifin, L.K. Bohang, M.R. Dayoh, Hamidah, Rustam Efendi, Asmara Hadi, dan lain-lain.
Beberapa pengarang Pujangga Baru secara ringkas dibicarakan sebagai berikut.
1. Sutan Takdir Alisjahbah
Sultan Takdir Alisjahbah lahir di Natal, Tapanuli, 11 Februari 1908. Ia pernah bekerja sebagai redaktur kepala di Balai Pustaka pada tahun 1930. Oleh Teeuw, pengarang ini dilukiskan sebagai orang yang banyak memiliki keahlian dan kecapakan: pengarang novel, pengarang esai, pengarang tata bahasa, pengarang filsafat, penyair, ahli hukum, ahli kebudayaan, seorang usahawan, dan juga seorang politikus yang sadar memperjuangkan kemajuan bangsanya. Banyaknya kecakapan itu seringberakibat pekerjaan menjadi kurang tetapmutunya dan sering tidak mendalam pula.sebagai usahawan ia memimpin percetakan dan penerbita PustakaRakyat, dan tiga majalah yang pernah dibawah asuhannya ialah Pembina Bahasa Indonesia, Pujangga Baru, Ilmu Teknik dan hidup. Sesudah Pujangga Baru menghentikan penerbitannya pada tahun 1953, ia menerbitkan majalah Konfrontasi, yang tidak lama usianya.
Hasil karangan Sultan Takdir Alisjahbana adalah:
a. Yang berupa novel:
• Tak putus Dirundung Malang (1929)
• Dian yang Tak Kunjung Padam (1932)
• Anak Perawan di Sarang Penyaamun (1932)
• Layar Terkembang (1936)
• Grotta Assurra: Kisah Chinta dan Chita (tiga jilid, 1970-1971)
b. Yang berupa kumpulan puisi:
• Tebaran Mega (1936)
c. Yang berupa kumpulan esai tentang bahasa Indonesia
• Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia (1957)
d. Yang berupa antologi (bunga rampai):
• Puisi lama (1940)
• Puisi baru (1946)
• Pelangi
e. Yang berupa terjemahan
• Nelayan di Lautan Utara (terjemahan dari Pecheurse d’islande karangan Piccero Loti)
• Nyanyian Hidup (terjemahan dari The Song of Live karangan Krishnamurti)
• Niku-Dan (Kurban Manusia); diterjemahkan bersama Subadio Sastrosatomo dari karangan Tadayeshi Sakurai.
2. Amir Hamzah
Amir Hamzah lahir di Binjai, 28 Februari 1911, putra Tengku Muhammad Adil yang menjadi pangeran (wakil sultan) da Langkat Hulu, berkedudukan di Binjai yan bergelar Bendahara Paduka Raja. Kemudian atas biaya pamannya yang menjadi Sultan Langkat pada waktu itu, ia melanjutkan studinya di Pulau Jawa. Walaaupun ia memperoleh pendidikan secara Barat, suasana kehidupan istanah yang penuh tradisi dan konvensi itu tidak terlepas sama sekali. Demikian jua dalam karangan-karangannya, ia tidak terlepas dari unsur Melayu dan unsur lam. Bentuk-bentuk puisinya sebagian besar masih menyerupai bentik pantun dan syair.
Adapun karangan-karangannya yang sudah dibukukan adalah sebagai berikut:
a. Buah Rindu (kumpulan Puisi, 1941)
b. Nyanyian Sunyi (kumpulan puisi, 1935)
c. Setanggi Timur (kumpulan puisi lama dari sastra India, Arab, Cina, Parsi, dan sebagainya)
d. Bhagawad Gita (prosa terjemahan)
e. Gitanyali (terjemahan dari karangan Rabindranath Tagore)
f. Sastra Melayu Lama dan Raja-rajanya (prosa)
3. Sanusi Pane
Ia dilahirkan di Muara Sipongi, Tapanuli, 14 November 1905. Di dalam beberapa hal, tulisan-tulisan Sanusi Pane menimbulkan kesan adanya kontradiksi-kontradiksi. Hal ini tampak misalnya pada pendapatnya tentangbentuk dan isi, masalah pelaksanaan asas seni dan lain-lain.
Adapun karangan-karangan Sanusi Pane yang sudah diterbitkan ialah:
a. Pancaran Cinta (prosa berirama, 1926)
b. Puspa Mega (kumpulan puisi, 1927)
c. Maeda Kelana (kumpulan puisi, 1931)
d. Manusia Baru (drama, 1940)
e. Arjuna Wiwaha (terjemahan dari bahasa Jawa kkuno kekawi Mpu Kanwa, 1940)
f. Airlangga (drama dalam bahasa Belanda, 1928)
g. Damar Wulan (gita pahlawan, bahasa Belanda, 1929)
h. Eenzame Garudavlucht (drama dalam bahasa Belanda, 1929)
i. Kertajaya (drama dalam bahasa Indonesia, 1932)
j. Sandhyakalaning Majapahit (drama dalam bahasa Indonesia 1933)
4. Armijn Pane
Armijn Pane lahir di Muara Sipongi, Tapanuli, 18 Agustus 1908. Dalam tulisan-tulisannya ia memakai nama samaran yang berbeda-beda, antara lainAdinata, A. Jiwa, A. Made, a. Panji, Empe, dan Karnoto. Karangannya meliputi berbagai macam bentuk: novel, drama, puisi, cerpen, esai, dan bahkan juga karangan pengetahuan tentang tata bahasa. Seperti halnya N. St. Iskandar, masa keiatan Armijn Pane tidak terhenti walaupun usianya telah tua. Ia masih sering menulis cerpen, beberapa diantanya telah dimuat dalam majalah Medan Bahasa (sekarang sudah tidak terbit lagi), meskipun nilai sastranya makin menurun.
Belenggu ialah sebuah roman yang menarik karena yang dilukiskan bukanlah gerak-gerak lahir tokoh-tokohnya, tetapi gerak-gerak batinnya.
Arminj pane sebagai pengarang dalam roman yang berjudul Belenggu ini tidak menyelesaikan ceritanya sebagai kebiasaan-kebiasaan para pengarang sebelumnya, melainkan membiarkannya diselesaikan oleh para pembaca sesuai dengan angan masing-masing. Sebelum menulis roman Armijn Pane banyak menulis cerpen, sajak, esai dan sandiwara. Cerpennya “Barang Tiada Berharga”. Dan sandiwaranya “Lukisan Masa” merupakan prototif buat romannya Belenggu.
Cerpen-cerpennya bersama dengan yang ditulisnya sesudah perang kemudian dikumpulkan dengan judul Kisah Antara Manusia (1953). Sedang sandiwara-sandiwaranya dikumpulkan dengan judul Jinak-jinak Merpati (1954). Sajak-sajaknya dengan judul Jiwa Berjiwa diterbitkan sebagai nomor istimewa majalah Poedjangga Baroe (1939). Dan sajak-sajaknya tersebar kemudian dikumpulkan juga dan terbit dibawah judul Gamelan Jiwa (1960). Ia pun banyak pula penulis esai tentang sastra yang masih tersebar dalam berbagai majalah, belum dibukukan. Dalam bahasa Belanda, Armijn menulis Kort Overzicht van de moderne Indonesische Literatuur (1949).
Gaya bahasa Armijn sangat bebas dari struktur bahasa Melayu. Dalam karangan-karangannya ia pun lebih banyak melukiskan gerak kejiwaan tokoh-tokohnya daripada gerak lahirnya. Inilah terutama yang membedakan Armijn dengan pengarang lainnya.
5. J. E. Tatengkeng
J. E. Tatengkeng juga termasuk salah seorang penyair religius sama halnya seperti Amir Hamzah. Hanya saja yang membedakan adalah Amir beragama Islam sedangkan J. E. Tangkeng beragama Kristen. Ia juga menulis prosa, baik berupa esai, kritik maupun sketsa.
Penyair kelahiran Sangihe ini menulis sebuah buku yang berjudul Rindu Dendam. Puisi pertamanya berjudul Anakku dan masih banyak lagi buah tangannya yang masih berserakan dalam berbagai majalah, terutama dalam majalah Poedjangga Baroe. Sajak, kritik-kritik, esai-esainya sangat penting terutama karena sifatnya yang tegas dan jujur. Bahasa yang digunakan bukanlah bahasa yang baik menurut norma-norma bahasa Melayu Riau.
Struktur puisinya bebas dari pengaruh pantun dan syair atau bentuk-bentuk puisi melayu lama lainnya.
6. Asmara Hadi
Sajak-sajaknya penuh romantik dan kesedihan dan dalam sebagian sajaknya lagi terasa semangat perjuangan yang penuh keyakinan. Hal ini di ilhami luka jiwa yang disebabkan oleh kematian cintanya; seperti pada puisi ‘Kusangka Dulu‘, ‘Kuingat Padamu’.
Karangan beliau yang telah diterbitkan:
• Dibelakang Kawat Berduri (1942)
7. M. R. Dayoh
Ia juga menaruh minat pada pelukisan kehidupan si kecil. Karyanya antara lain: ‘Syair Untuk A. S. I. B. (1935) dalam bahasa Belanda yang kemudian diterjemahkan lagi kedalam bahasa Indonesia.
8. A. Hasymy (M. Ali Hasyim)
Ia pernah menjadi ubernur Aceh tahun 1957. Hampir semua sajaknya bernapaskan islam dan mengandung unsur nasional, karangannya adalah:
• Kisah Seorang Pengembara (kumpulan puisi, 1936)
• Dewan Sajak (kumpulan puisi, 1940)
• Bermandi Cahaya Bulan
• Suara Azan dan Lonceng Gereja
• Sepanjang Jalan Raya Dunia
9. Sutomo Jauhari Arifin
Karangannya:
• Andang Taruna (novel, 1942)
10. I Gusti Nyoman Putu Tisna
Ni Rawit Ceti Penjual Orang yang melukiskan kebengisan masyarakat Feodal di Bali. Roman pertama yang dikarang putera bali dalam bahasa Indonesia. Roman keduanya adalah Sukreni Gadis Bali (1936) yang melahirkan kehidupan masyarakat bali yang keras dan kejam, roman ini mendapatkan kritikan yang tidak setuju kepada beberapa kepercayaan masyarakat Bali.
B. Sastra Periode Tahun ’30 di Luar Pujangga Baru
Teeuw membagi sastra Indonesia sebelum perang menjadi tiga:
A. sastra Hasil Pujangga Baru
B. Sastra Penerbitan Balai Pustaka
C. Sstra barupa seri cerita-cerita roman
Batas antara ketiga golonganitu tidak jelas benar, masing-masing saling melengkapi satu denga yang lain. Walaupun karya Suman Hs. Sebagian masuk golonan satu, setengahnya masuk olonan tiga. Demikian pula Hamka sebagai pengarang ia jarang dimasukkan ke dalam golongan satu atau dua karena hasil sastranya sebagian besar penerbitannya melalui golongan tiga, tetapi karangan-karangannya sebaian bersifat sastra golongan dua.
Sastra periode tahun 1930 di luar Pujangga Baru umumnya berupa seri cerita-cerita roman yang diterbitkan di kota-kota besar, seperti semarang, Padang, Solo, Surabaya, dan yang terutama ialah Medan. Oleh karena itu, sering disebut juga sastra penerbitan Medan.dari cerita-cerita roman adalah penerbitan roman atau novel berjilid-jilid dalam suatu seri dengan nama bermacam-macam, misalnay Seri Roman Indonesia di Padang, Dunia Pengalaman, dan Lukisan Pujangga di Medan, Seri Suasana Baru, Seri Kejora, Seri Panorama, dan lain-lain.
Tidak semua penerbitan seri cerita roman berupa roman picisan, walaupun sebagian besar memang nilai sastranya kurang. Demikian pula seorang pengarang yang telah banyak menulis cerita yang dinilai sebaga roman picisan, tidak berarti bahwa semua karangannya tidak ada yang bernilai sastra. Hal inni perlu ditegaskan untuk menghindari penilaian yang kurang tepat tentangdiri seorang pengarrang dan hasil karyanya.
Berikut pembahasaan tentang para pengarang yang sangat berpengaruh pada sejarah sastra Indonesia.
1. Hamka
Di luar lingkungan pujangga baru dan Balai Pustaka, ada juga penerbitan-penerbitan sastra, baik prosa berupa roman maupun puisi berupa kumpulan sajak. Dlam lapangan penerbitan roman, untuk tidak menyebutnkan peneribitan roman-roman picisan, kita melihat roman-roman buah tangan hamka yang tadi sudah pernah kita singgung dalam hubungan penulis cerpen.
Hamka ialah putra Haji Abdul Karim Amrullah, seoran ulama pembaharu Islam yang terkemuka di Sumatera Barat yang pernah mendapat gelar kehormatan dari Universitas Al-Zahar di Kairo, Mesir. karena itu, meskuipun Hamka sekolahnya hanya sampai kelas II Sekolah Dsasar saja, namun ia mendapat pendidikan agama dan bahasa Arab yang luas dari Sumatra Thawalib, Parabek (Bukittinggi) dan dari ayahnya. Tahun 1927 Hamka pergi ke Jawa dan belajar lebih lanjut kepada H.O.S. Tjokroaminoto, seorang pemimpin Islam terkemuka di Surabaya. Tahun 1927 ia pergi naik haji ke Mekah dan sepulangnya dari sana ia menjadi guru agama di padang dan turut pula memimpin pergerakan Muahammadijah di sana. Dari sana ia pindah ke medan dan aktif dalam jurnalistik. Ia menulis roman yang mula-mula dimuat sebagai feuilleton dalam majalah yang dipimpinnya. Bahwa seorng ulama menulis roman sangatlah aneh pada saat itu, sehingga timbul heboh. Hal itu menimbulkan pertikaian di kalangan umat Islam sendiri, ada yang pro dan ada yang kontra.
Roman Hamka yang petama berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938), mengishkan cinta tak samapi antara dua kekasih yang terhalang oleh adat. Yang membedakan roamn ini dengan kebanyakan roaman adat yang lain ialah karena pengaranya membawa pelakunya ke Mekah dekat Ka’bah. Juga romannya yang kedua Tenggelamnya kapal van der Wijck (1939) mengisahkan cinta tak sampai yang dihalangi oleh adat Minagkabau yang terkenal kukuh itu pula. Dalam roman ini diceritakan tentang Zainuddin seorang anak dari perkawinan cmpuran Minang dengan Makasar tak berhasil mempersunting gadis idamannya karena rapt nidik-mamak tdiak setuju dan menganggap Zainuddin tidak sebagai manusia penuh. Zainuddin kemudian menjadi pengarang dan dalam suatu kecelakaan gadis kecintaanya meninggal dlam kapal yang ditumpanginya. Roman ini menimbulkan heboh pada tahun 1962, kerena ada orang yang menyebutnya roman ini sebagai hasil curian (plagiat). Roman ini disebut sebagai curian dari sebuah karangan pengarang Perancis Alphonse Karr yang penuh disadur ke dalam Bahasa Arab oleh Mustaffa Luthfi Al-Manfaluthi (1876-1924) sorang pujangga Arab-Mesir yang sangat dikagumi Hamka. Karanga Jean Bapitiste Alphonse Karr (1808-1890) yang dlalm bahsa Perancisnya berjudul Sous les Tilleules (Di bawah naungan pohon Tila) (1832) Madjulin. Madjdulin ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahsas Indonesia oleh A.S Alatas berjudul Magdalena (963).
Kecuali kedua roman itu, Hamka pun menulis pula Karena Fitnah (1938), Tuan Direktur (1939) dan Merantau ke Deli (1939).yang teakhir merupakan suatu kritik pula terhadap adat Minangkabau yang tidak segan-segan merusak kedamaian rumah tangga yang bahagia, karena si suami (orang Mingan) belum menikah secara adat, yaitu menikah dengan seoanrang Minangkabau, sehingga diceraikannyalah istri asal Jawa yang telah hidup bersama membangun rumah tangga bahagia.
Sehabis perang Hamka sempat menulis cerita. Tahun 1950 ia menulis Menunggu Beduk Berbunyi dan sebelum itu menulis Dijemput Mamaknya (1948). riwayat hidupnya sendiri ditulisnya dalam empat jilid dengan judul Kenang-kenangan Hidup (1951-1952). Beberapa cerpennya dimasukkan pula ke dalam Di dalam Lembah Kehidupan.
2. Matu Mona
Beberapa karangannya antara lain:
• Harta yang Terpendam
• Spionagendiest
• Rol Pacar Merah Indonesia
• Panggialn Tanah Air
• Ja Umenek Jadi-Jadian
• Zaman Gemilang
3. A. Damhuri
Hasil karyanya adalah:
• Mayadapa
• Bergelimang Dosa
• Depok Anak Pagai
• Mencari Jodah
• Terompah Usang yang Tak Sudah Dijahit (1953)
4. Yusuf sou’yb
Hasil karangannya yang terkenal ialah elang Emas yang terdiri atas beberapa jilid.
5. Imam Supardi
Karanganya berupa sebuah novel kecil melalui penerbitan di Suranbaya berjudul Kintamani.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sastra Periode Tahun ’30 Angkatan Pujanga Baru
• Sutan Takdir Alisjahbah
• Amir Hamzah
• Sanusi Pane
• Armijn Pane
• J. E. Tatengkeng
• Asmara Hadi
• M. R. Dayoh
• A. Hasymy (M. Ali Hasyim)
• Sutomo Jauhari Arifin
• I Gusti Nyoman Putu Tisna
2. Sastra Periode ’30 di Luar Pujangga Baru
• Imam Supardi
• Yusuf sou’yb
• Damhuri
• Matu Mona
• Hamka
B. Saran
Kami selaku penyusun makalah ini, menyerahkan kepada seenap pembaca yang budiman untuk mempergunakan makalah ini sebagaimana mestinya. Selanjutnya kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, saran dan kritik yang konstruktif amat kami harapkan demi kesempurnaan makalah-makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tanjung, Anton. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: Gitamedia Press.
Sarwadi, Prof. Drs. 2004. Sejarah Sastra, Surabaya: Gama Media
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar